BANTUAN
HIDUP DASAR (BHD) SEDERHANA
A. Pendahuluan
Bantuan Hidup Dasar (BHD) atau dalam bahasa
Inggris Basic Life Support (BLS)
merupakan pertolongan pertama yang diberikan
pada korban henti nafas dan atau henti jantung. Sejarah
pelaksanaan BHD sudah dimulai sejak lama dengan berbagai metode.
Metode-metode tersebut diantaranya :
Inversion method (1770), Russian method (1803), Troting horse method (1812),
Howard method (1871), francis method
(1886), Prochownick method (1894) dan
Acklen method (1916).
Sejak 60 tahun yang lalu BHD modern diperkenalkan, sampai saat ini banyak perubahan sesuai dengan
perkembangan ilmu kesehatan
dan kedokteran. Hal ini karena banyak korban-korban henti napas dan atau henti jantung yang telah terselamatkan tetapi produktivitasnya menurun bahkan
tergantung kepada orang lain. Untuk itu
diperlukan teknik BHD yang tetap dapat memelihara produktivitas pasca bencana
dan meminalkan cidera saat ditolong.
Moto: Kita jangan menjadi korban berikut.
B.
Indikasi Pemberian Bantuan Hidup Dasar
a. Henti Nafas
Henti nafas merupakan kasus yang harus
dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar. Henti nafas dapat terjadi pada keadaan
:
-
Tenggelam
-
Stoke
-
Obstruksi jalan nafas akibat benda asing (choking)
-
Epiglotitis
-
Overdosis obat – obatan
-
Tersengat listrik
-
Infark miokard
b.
Henti Jantung
Pada saat terjadi henti jantung, secara
langsung akan terjadi henti sirkulasi. Henti sirkulasi ini akan dengan cepat
menyebabkan otak dan organ vital kekurangan oksigen.
Bantuan Hidup Dasar merupakan bagian dari
pengelolaan gawat darurat medik yang bertujuan :
1.
Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.
2.
Memberukan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban
yang mengalami henti jantung atau henti nafas melalui BHD.
C.
Survei Primer
Untuk dapat mengingat dengan mudah tindakan
survei primer dirumuskan dengan abjad A, B, C.
A.
Airway (jalan napas)
B.
Breathing (bantuan napas)
C.
Circulation (bantuan sirkulasi )
Sebelum melakukan tahapan A (airway), harus terlebih dahulu
dilakukan prosedur awal pada korban gawat darurat, sebagai dasar untuk mengingat dibuat cantolan
yaitu :DRS-ABC.
1.
Danger (D). Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong dan korban.
2.
Respone (R). Memastikan kesadarandari korban gawat darurat.
Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak penolong harus
melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban gawat darurat, dapat dengan lembut dan mantap untuk
mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya atau Pak!!!/ Bu!!!/ Mas!!!/ Mbak!!!. Anda baik-baik saja ?
3.
Shout (S). Meminta pertolongan dan minta orang sekitar memanggil ambulan
atau petugas atau rumah sakit terdekat. Kemudian kita melanjutkan memberikan
pertolongan sampai bantuan datang.
4.
Airway (A). Cek jalan nafas, perhatikan jalan nafas, bila bebas atau tidak
ada benda asing lanjutkan dengan
memberikan posisi nyaman dengan Head Tild Chin Lit.
a. Pemeriksaan jalan nafas
Tindakan ini bertujuan mengetahui ada
tidaknya sumbatan jalan nafas oleh benda asing. Mulut dapat dibuka dengan
teknis cross finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk
pada mulut korban.
Membuka jalan nafas
Pembebasan jalan nafas oleh lidah dapat
dilakukan dengan cara tengadah kepala topang dagu (head tild-chin lift) dan
manuver pendorongan mandibula.
5.Breathing (B). Memberikan bantuan nafas terdiri dari 2 tahap yaitu :
a. Memastikan korban tidak bernafas
Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga
di atas mulut dan hidung korban / korban, sambil tetap mempertahankan jalan
nafas tetap terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.
b. Memberikan bantuan nafas
Jika korban / korban tidak bernafas, bantuan
nafas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke
stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan
nafas sebanyak 2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan
adalah 1,5 – 2 detik dan volume udara yang dihembusakan adalah 700 – 1000 ml
(10 ml/kg) atau sampai dada korban / korban terlihat mengembang.
Cara memberikan bantuan pernafasan :
·
Mulut ke Mulut
Bantuan pernafasan dengan menggunakan cara
ini merupakan cara yang tepat dan efektif untuk memberikan udara ke paru – paru
korban gawat darurat.
·
Mulut ke Hidung
Teknik ini direkomendasikan jika usaha
ventilasi dari mulut korban tidak memungkinkan, misalnya pada trismus atau
dimana mulut korban mengalami luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui
mulut ke hidung, penolong harus menutup mulut korban.
·
Mulut ke Stoma
Bila korban mengalami kesulitan pernafasan
maka harus dilakukan ventilasi dari mulut ke stoma.
6.Circulation (C). Tahapan memberikan bantuan sirkulasi terdiri dari 2 tahapan yaitu :
a. Memastikan ada tidaknya denyut jantung pada korban gawat darurat
Ada tidaknya denyut jantung korban/korban
dapat ditentukan dengan merapa arteri karotis di daerah leher korban/korban,
dengan 2 atau 3 jari tangan (jari telunjuk dan jari tengah) penolong dapat
meraba pertengahan leher sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari digeser
ke bagian sisi kanan atau kiri kira – kira 1-2 cm, raba dengan lembut selama 5
– 10 detik.
Jika teraba denyutan nadi, penolong harus
kembali memeriksa pernafasan korbang dengan melakukan manuver tengadah kepala
topang dagu untuk menilai pernafasan korban / korban. Jika tidak bernafas
lakukan bantuan pernafasan, dan jika bernafas pertahankan jalan nafas.
b. Memberikan bantuan sirkulasi
Kompresi jantung luar dilakukan dengan teknik
sebagai berikut:
-
Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan
atau kiri sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum).
-
Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau 3
jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakkan tangan penolong
dalam memberikan bantuan sirkulasi.
-
Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak
tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan di atas
telapak tangan yang lainnya, hindari jari – jari tangan menyentuh dinding dada
korban / korban, jari – jaru tangan dapat diluruskan atau menyilang.
-
Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban
dengan tenaha dari berat badannya secara
teratur sebanyak 15 kali dengan kedalaman penekanan berkisar antara 1,5 – 2
inci (3,8 – 5 cm)
-
Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhan dan dada dibiarkan
mengembang kembali ke posisi semula setiap kali melakukan kompresi dada. Selang
waktu yang dipergunakan untuk melepaskan kompresi harus sama dengan pada saat
melakukan kompresi (50 % duty cycle)
-
Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi tangan
pada saat melepaskan kompresi.
-
Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian nafas adalah 30 : 2, dilakukan baik
oleh 1 atau 2 penolong jika korban / korban tidak terintubasi dan kecepatan
kompresi adalah 100 x / menit (dilakukan 4 siklus per menit), untuk kemudian
dinilai apakah perlu dilakukan siklus berikutnya atau tidak.
Selang waktu mulai dari menemukan korban dan
dilakukan prosedur dasar sampai dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi
(kompresi dada) tidak boleh melebihi 30 detik.
D. Melakukan BHD dengan 1 dan atau 2 Penolong
BHD 1 penolong dapat mengikuti urutan sebagai berikut :
- Penilaian korban
Tentukan kesadaran korban / korban (sentuh
dan goyangkan korban dengan lembut dan mantap), jika tidak sadar, maka
- Minta pertolongan serta aktifkan sistem emergensi
- Jalan nafas (airway)
·
Posisikan korban / korban
·
Buka jalan nafas dengan manuver tengadah kepala – topang dagu
- Pernafasan (breathing)
Nilai pernafasan untuk melihat ada tidaknya pernafasan dan adekuat atau tidak pernafasan korban / korban.
·
Jika korban / korban dewasa tidak sadar dengan nafas spontan, serta tidak
ada trauma leher (trauma tulang belakang) posisikan korban pada posisi mantap
(recovery position), dengan tetap menjaga jalan nafas tetap terbuka.
·
Jika korban / korban dewasa tidak sadar dan tidak bernafas, lakukan bantuan kompresi nafas.
Saat ini tidak diberikan 2 kali intial
ventlation ( bantuan nafas pendahuluan), langsung melakukan kompresi.
Sirkulasi (circulation)
Periksa denyut nadi karotis. Bila tidak ada,
langsung diberikan kompresi.
·
Jika ada tanda – tanda sirkulasi, dan ada denyut nadi tidak dilakukan
kompresi dada, hanya menilai pernafasan korban / korban (ada atau tidak ada
pernafasan)
·
Jika tidak ada tanda – tanda sirkulasi, denyut nadi tidak ada lakukan
kompresi dada :
o Letakkan telapak tangan pada posisi benar
o Lakukan kompresi dada sebanyak 30 kali dengan kecepatan 100 x permenit
o Buka jalan nafas dan berikan 2 kali bantuan
pernafasan.
o Letakkan kembali telapak tangan pada posisi
yang tepat dan mulai kembali kompresi 30 kali dengan kecepatan 100 x permenit
o Lakukan 5 siklus secara lengkap (30 kompresi dan 2 kali bantuan pernafasan)
Penilaian Ulang
Sesudah 5 siklus ventilasi dan kompresi kemudian korban dievaluasi kembali dengan langkah-langkah :
·
Jika tidak ada nadi dilakukan kembali kompresi dan bantuan nafas dengan
rasio 30 : 2
·
Jika ada nafas dan denyut nadi teraba letakkan korban pada posisi mantap.
Jika tidak ada nafas tetapi nadi teraba, berikan bantuan nafas sebanyak 12 kali / menit dan monitor nadi setiap saat.
·
Jika sudah terdapat pernafasan spontan dan adekuat serta nadi teraba, jaga
agar nafas tetap terbuka kemudian korban / korban ditidurkan pada posisi sisi
mantap atau recovery position.
DAFTAR PUSTAKA
Advanced Trauma Life
Support, 7th edition, American College of Surgeon, 2004
An International Concensus Sciene The American Heart
Association in Collaboration with the International Liasion Committee on
Resuscitatio (ILCOR), 2010.
Americans College of
Emergency Physicians, Basic Trauma Life Support : For Paramedics And Other
Advanced Providers, Brady, 2000
Berdowski J, Schmohl A, Tijssen JG, Koster RW.
Time needed for a regional emergency medical system to implement resuscitation
guidelines 2005–the Netherlands experience. Resuscitation. 2009;80:
1336–1341.